SANKSI DALAM RUU PROTOKOL PERLU DIKAJI LEBIH DALAM

13-01-2010 / BADAN LEGISLASI

            Sejumlah anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengusulkan agar dimasukkannya sanksi dalam Rancangan Undang-Undang tentang Protokol perlu dikaji lebih dalam.

            Hal ini disampaikan beberapa anggota saat Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Deputi Menteri Negara Bidang Perundang-Undangan dan Asosiasi DPRD dan Pemerintahan Provinsi, Rabu (13/1) yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Ida Fauziah, yang juga didampingi Ketua Baleg Ignatius Mulyono.

            Perlu tidaknya dimasukkannya sanksi ini mengemuka pada rapat pagi itu. Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera H.TB. Soenmandjaya mengatakan, dalam RUU Protokol sanksi itu tidak perlu dimasukkan. Menurutnya, sanksi itu sesungguhnya lebih berkaitan dengan penyelenggara yang dalam hal ini lebih banyak dilaksanakan oleh pegawai negeri sipil (PNS).

            Dia juga berpendapat, RUU Protokol ini hanya mengatur beberapa orang saja dari seluruh penduduk Jadi, katanya, dimasukkannya sanksi dalam salah satu pasal RUU tersebut perlu direnungkan lagi.

            Soenmandjaya menambahkan, dinegara-negara maju pengaturan protokoler ini bukan menjadi hal yang merepotkan, bahkan pengaturan protokoler di negara maju lebih sederhana.

            Sementara anggota dari Fraksi Partai Demokrat Subiyakto mengatakan perlunya dimasukkan masalah sanksi dalam RUU ini. Menurut dia, sebuah UU tanpa adanya sanksi bukan UU.

            Dalam pembahasan RUU tersebut, ada wacana untuk tidak memasukkan sanksi. Tentunya, kata Subiyakto, hal ini perlu ada kajian lebih mendalam.  

            Ketua Baleg Ignatius Mulyono sependapat jika sanksi ini perlu dirumuskan lebih teliti. Karena, kata Mulyono, ketika ada suatu daerah yang kedatangan pejabat Negara dan jajaran daerah tersebut tidak melakukan keprotokolan bagaimana cara menjatuhkan sanksi tersebut.

            Terkait dengan pembahasan RUU tersebut, KH. Bukhori Yusuf menambahkan, karena yang diatur dalam RUU itu sangat terbatas, hanya pejabat Negara, pejabat pemerintahan dan tokoh masyarakat, maka ia mengusulkan sebaiknya yang dipikirkan adalah azas efisiensi, yang tidak menimbulkan pemborosan pada keuangan Negara.

            “Jika banyak pihak yang diatur dengan keprotokolan, berapa banyak uang Negara yang dikeluarkan untuk hal itu,” katanya.

            Menanggapi masalah sanksi, Deputi Menteri Negara Bidang Perundang-undangan Muhammad Sapta mengatakan, dia sependapat sanksi itu perlu ada dalam RUU Protokol. Walaupun dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatakan sanksi itu sifatnya jika diperlukan tergantung substansinya.

 

Ijin Gubernur

            Pada kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Pemerintahan Provinsi, Makmun ikut memberikan masukan terkait dengan pengaturan keprotokolan gubernur. Dia mengusulkan agar dimasukkan dalam salah satu pasal bagaimana pengaturannya jika Gubernur harus mendampingi Presiden sementara di daerahnya sudah terprogram harus menerima pejabat Negara.

            Selama ini, kata Makmun, hal ini sering menjadi permasalahan, dan gubernur sering mendapatkan kritikan karena tidak dapat menerima pejabat Negara tersebut. Sementara acara mendampingi Presiden juga tidak dapat diwakilkan. Apalagi, sekarang fungsi gubernur itu adalah wakil di daerah dan setara kedudukannya dengan Menteri dan Menko. Jadi, kata Makmun, gubernur sering dipanggil sewaktu-waktu.

            Tentunya, kata Makmun, hal ini perlu diatur lebih lanjut kapan seorang gubernur boleh mendapatkan ijin tidak mendampingi Presiden jika memang kondisinya tidak memungkinkan. (tt)   

BERITA TERKAIT
80 Tahun Indonesia Merdeka, Momentum Memaknai Demokrasi Secara Substansial
19-08-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta– Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menegaskan bahwa peringatan 80 tahun Indonesia Merdeka sekaligus...
RUU PPRT Harus Kedepankan Asas Timbal Balik Pekerja dan Pemberi Kerja
13-08-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ledia Hanifa Amaliah, menekankan bahwa regulasi yang dihasilkan terkait RUU Rancangan...
Firman usulkan Pemisahan Pemilu Legislatif - Eksekutif
31-07-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo mengusulkan adanya pemisahan pelaksanaan pemilu ke dalam dua tahap,...
Tanpa Tendensi ke Parpol Tertentu, Pembahasan RUU BPIP Perkuat Kedudukan Konstitusi
19-07-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memulai pembahasan pembahasan Rancangan Undang-Undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Badan ini...